The Good Friend
Perundungan tak membuatnya menjadi remaja yang lemah. Awan tetap menjalani hari seperti biasa; bersekolah, mengajar delapan anak jalanan di Sekolah Pinggir Kali, serta membantu berjualan di warung nasi milik neneknya. Ia hanya punya satu teman baik, yaitu Nathan.
Sementara itu, Langit yang kecewa dan marah pada papanya, selalu menjadikan Awan sebagai pelampiasan. Ia bersama Satria dan Iman sering mengerjai Awan. Menyuruh Awan membeli ini itu, bahkan tak segan memukulnya.
Suatu sore, sebuah kejadian membuat segalanya berubah. Pelaku dan korban perundungan itu akhirnya menjadi teman baik.
Namun, hal itu tak berlangsung lama. Ketika liburan yang menyenangkan berubah menjadi tragedi.
Author | : | DENKUS |
Price | : | Rp 79,000 |
Category | : | FICTION,MYSTERY & THRILLERS |
Page | : | 168 halaman |
Format | : | E-Book |
Size | : | 13 cm X 19 cm |
ISBN | : | 9786230416064 |
Publication | : | 27 October 2023 |
Prolog
LANGIT.
AWAN MATI.
Berkali-kali, aku mengusap keringat yang membanjiri wajahku dengan tanganku yang lembap dan bergetar. Jantungku bertalu-talu. Wajah pucat Awan mendominasi pikiranku, mengaduk-aduk perasaanku.
Kesal, sedih... kematian Awan di luar bayanganku. Siapa yang membunuhnya?
“Berhenti, bangsat!” umpat Satria. Dari kaca spion tengah, aku melihat wajahnya mengeras. Matanya mendelik tajam.
“Kalau lo mau mati nyusul Awan, jangan ajak-ajak gue!”
“Gue enggak mau masuk penjara,” rengek Hari. Dia duduk di belakangku. Aku tidak bisa melihat wajahnya dari kaca spion tengah karena tubuhnya merapat ke pintu. Mendengar suaranya yang bergetar, aku rasa dia sedang menangis. Sama seperti Hari, aku pun takut akan hal itu. Penjara.
“Please, Lang. Gue mohon sama lo. Berhentiin mobilnya.
Lebih baik kita bicara sama polisi itu baik-baik. Jelasin semuanya. Kalau kabur begini, malah kita yang salah,” ujar Iman. Aku tidak tahu mengapa dia bisa bersikap setenang itu. Enteng banget dia menyarankan begitu. Dia pikir, polisi bakalan percaya kalau kami menceritakan yang sebenarnya terjadi?
“Enggak! Gue bakalan tetap bawa Awan pulang. Kita pergi sama-sama, pulang juga harus sama-sama!” kukuhku.
Kuinjak pedal gas lebih dalam. Mesin mobil berderum, dan melaju dengan kencang. Jalanan yang ramai membuat mataku awas, bergantian memperhatikan ke arah jalan, melirik kaca spion tengah dan samping. Samar-samar, aku melihat kerlipan sirene mobil polisi di belakang.
“Bangsat, Langit! Lo mau buat kita semua mati, hah? Berhentiin mobilnya sekarang!” bentak Satria.
“Langit, please.” Iman sepertinya tidak bisa mengatakan apa-apa lagi selain memohon. Dari ekor mataku, aku bisa melihat ketakutan menyelimutinya. Dia berpegangan pada apa pun di dekatnya.
Tenang, Im. Aku tidak akan menabrakkan mobil ini. Aku hanya ingin membawa Awan pulang.
“Gue enggak mau masuk penjara.” Hari merengek lagi.
Mengapa bisa begini? Bukan seperti ini liburan yang aku inginkan. Awan mati. Siapa yang membunuhnya?
Aku membanting setir, mobil membelok tajam. Bunyi klakson mobil lain terdengar keras. Nyaris saja tabrakan. Dengan jantung berdebar cepat, aku menginjak pedal gas, mobil kembali melaju dengan kecepatan tinggi.
Sebentar lagi sampai di rumah Awan.
Raungan sirene terdengar jelas. Aku menoleh ke kanan, kerlipan sirene terlihat dari mobil polisi.
Ketiga temanku tidak lagi bersuara.
Dari kaca spion tengah, aku melihat mobil polisi berbelok tajam di belakang.
Sebentar lagi. Gang menuju rumah Awan hampir terlihat. Itu dia. Aku membelokkan mobil dan sekarang kami tengah melintasi jalan gang perkampungan yang lengang. Lima ratus meter lagi. Aku berhasil membawa Awan pulang!
Akhirnya kami sampai di rumah Awan. Aku menginjak pedal rem, mobil berhenti di depan pelataran rumah bercat putih.
Aku mematikan mesin mobil. Seketika, kesunyian menyergap. Aku bisa mendengar deru napasku yang menggebu-gebu. Di sebelah, Iman mengesah. Satria berdecak dan mengumpat di belakang. Hari masih terisak.
Sirene mobil polisi lamat-lamat terdengar dan semakin jelas. Tidak butuh waktu lama, seorang polisi menggedor-gedor kaca pintu mobilku. Aku membuka pintu dan keluar dari mobil. Seorang polisi berwajah keras menatapku. Kutebak, setelah ini, kami akan digiring ke kantor polisi kemudian di-
interogasi.
Anehnya, aku merasa lega karena berhasil membawa Awan pulang.
Polisi lain meminta ketiga temanku keluar dari mobil. Lalu, polisi di dekatku meminta rekannya untuk menggeledah mobilku. Sekilas, aku melirik ketiga temanku. Mereka berwajah tegang. Kurang dari satu menit, polisi yang menggeledah mobilku berseru, “Dan, ada mayat!”
***
DENKUS mulai aktif di kegiatan fiksi kriminal Indonesia dan memiliki toko buku online yang khusus menjual novel-novel fiksi kriminal. Melalui karakter-karakter di novel-novelnya, dia mencoba memberi semangat pada siapa pun yang merasa kesepian. Kita boleh lelah, tapi tidak boleh menyerah! Karya-karyanya yang lain bisa ditemukan di akun Instagram: @itsdenkus