Misteri Tangisan di Kelas Enam
Afgan hanya ingin ketenangan di sekolah barunya. Namun, dia malah diganggu teman sebangkunya yang ternyata hantu. Bersama Chloe, Cika, dan Brandon, Afgan pun menyelidiki kematian arwah penunggu kelas mereka yang meresahkan. Tanpa mereka sadari, sesuatu mengancam nyawa mereka.
Author | : | DENKUS |
Price | : | Rp 65,000 |
Category | : | FICTION,HORROR & SUSPENSE |
Page | : | 144 halaman |
Format | : | E-Book |
Size | : | 13 cm X 19 cm |
ISBN | : | 9786230414237 |
Publication | : | 19 July 2023 |
Tak! Tok! Tak! Tok!
Bunyi sepatu hak tinggi hitamnya menggema, memecah keheningan di lorong gedung sekolah. Langkahnya lebar, iramanya cepat. Garis-garis halus tercetak di dahinya. Semoga saja ada di kelas, pikirnya.
Beberapa saat lalu, perempuan yang sudah dua tahun menjadi guru di SD Pelita Negara itu kehilangan benda yang seharusnya ada di dalam tasnya. Perempuan itu sudah mengubek-ubek isi tas dan laci meja kerjanya di ruang guru, tetapi benda penting itu tidak kunjung ditemukan.
Perempuan yang dipanggil Bu Rani oleh murid-muridnya itu seharusnya sudah pulang bersama guru-guru lain satu jam lalu. Namun, Bu Rani memilih tinggal lebih lama di ruang guru untuk menyelesaikan pekerjaannya. Memeriksa dan menilai tugas dari murid-muridnya.
Sesampainya di kelas enam A, Bu Rani berhenti sejenak di ambang pintu kelas. Napasnya berembus lega saat melihat benda hitam tergeletak di atas meja depan kelas. Perempuan berjilbab putih itu lalu kembali berjalan mengambil kunci motornya yang tertinggal.
“Di sini rupaya.” Bu Rani menggenggam kunci motor dengan gantungan kunci dompet kulit kecil berwarna hitam. Perempuan itu kemudian berbalik dan hendak keluar. Tiba-tiba terdengar isak tangis.
Bu Rani tertegun, dahinya mengerut.
“Hiks, hiks, hiks.”
Suara siapa itu? tanya Bu Rani dalam hati.
Dari ambang pintu kelas, Bu Rani merasa isakan itu berasal dari arah belakangnya. Kemudian, Bu Rani menolehkan wajah.
Seorang anak perempuan duduk di meja pojok kiri belakang kelas.
Bu Rani terkejut. Seingatnya, tidak ada siapa pun di ruang kelas saat dia masuk. Sambil mengembuskan napas berat, Bu Rani kemudian bergerak mendekat ke arah anak perempuan dengan wajah tertutup rambut panjangnya. Bahu anak perempuan itu bergerak naik-turun, tangisannya terus terdengar.
“Kamu kok masih di sini? Kenapa belum pulang?” tanya Bu Rani.
Anak perempuan berseragam putih-merah itu tidak menjawab. Tangisnya mereda.
“Hei....” Tangan Bu Rani terjulur mendekat ke tangan anak perempuan yang mematung di tempat.
Perlahan, anak perempuan itu mendongak. Wajahnya pucat. Garis-garis hitam dan kasar tercetak di pipi dan dahinya. Pupil matanya yang putih membesar, lalu perlahan bola matanya keluar dari rongga mata dan bergerak seperti air mata yang menetes ke pipi.
Melihat itu, Bu Rani tersentak kaget. Bulu kuduknya seketika berdiri. Ingin berlari, tetapi kakinya kaku. Suara cekatan terdengar dari mulutnya yang menganga.
“Saya ingin pulang, Bu,” kata anak perempuan itu lirih.
“Ha... han... hantu!” Bu Rani gelagapan. Jantungnya berdebar cepat.
“Saya ingin pulang, Bu.” Tubuh anak perempuan itu mulai terangkat, melayang ke langit-langit ruangan. “Saya ingin pulang, Bu,” katanya berulang-ulang.
Kesadaran Bu Rani memudar. Kemudian, tubuhnya lunglai dan jatuh ke lantai.
DENKUS mulai aktif di kegiatan fiksi kriminal Indonesia dan memiliki toko buku online yang khusus menjual novel-novel fiksi kriminal. Melalui karakter-karakter di novel-novelnya, dia mencoba memberi semangat pada siapa pun yang merasa kesepian. Kita boleh lelah, tapi tidak boleh menyerah! Karya-karyanya yang lain bisa ditemukan di akun Instagram: @itsdenkus