The School for Good and Evil 5 - Kristal Waktu Cover 2022 (E-Book)

The School for Good and Evil 5 - Kristal Waktu Cover 2022 (E-Book)

14-16 tahun
Synopsis

The School for Good and Evil merupakan serial fantasi yang terdiri dari enam judul. Buku pertamanya dari serial ini sudah terjual sebanyak 3 juta eksemplar dan telah diterjemahkan dalam 30 bahasa. Empat buku pertama dari The School for Good and Evil juga telah diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia oleh Penerbit Bhuana Ilmu Populer. Dunia dalam kisah The School for Good and Evil disebut-sebut sebagai versi fairy tale dari Harry Potter. Kali ini kisah berfokus pada Camelot. Takhta Tedros, sebagai anak Arthur, dipertaruhkan! Tak ada yang menyangka bahwa Tedros mempunyai saudara. Rhian. Itulah namanya. Rhian merebut hak Kerajaan Camelot dan mengeklaim bahwa ialah yang berhak menjadi raja di Camelot. Perseteruan ini memancing pertumpahan darah. Tedros disebut sebagai pengkhianat dan diburu layaknya penjahat. Agatha berhasil meloloskan diri. Ia selamat. Namun selain terpisah dengan Tedros, ia pun terpisah dengan Sophie. Dengan harga dirinya sebagai seorang putri, ia berjuang untuk menyelamatkan Tedros. Dengan kasih sayang sebagai seorang sahabat, ia harus juga harus menyelamatkan Sophie. Sophie yang berusaha menjadi Baik, memutuskan menghadapi Rhian. Namun, itu malah menjadi boomerang baginya. Ia menjadi tahanan Rhian. Dengan licik, Rhian menyebut Sophie adalah ratunya. Agar semua rencananya berjalan dengan baik. Semuanya memiliki tujuan. Semuanya ingin akhir yang sesuai dengan keinginannya masing-masing. Nasib Storian dipertaruhkan. Bagaimana nasib mereka?


Author : Soman Chainani
Price : Rp 199,000
Category : FICTION,SCIENCE FICTION & FANTASY
Page : 744 halaman
Format : E-Book
Size : 13.5 cm X 20 cm
ISBN : 9786230410529
Publication : 17 March 2023

Ketika Raja Camelot yang baru berniat membunuh cinta sejatimu, menculik sahabatmu, dan memburumu layaknya anjing... sebaiknya kau punya rencana.

Namun, Agatha tidak punya rencana.

Ia tidak punya sekutu.

Tidak punya tempat persembunyian.

Maka ia berlari. 

Ia lari sejauh mung­kin dari Came­lot tanpa arah tujuan, me­nem­bus Hu­tan Tak Bertepi. Ga­un hitamnya ter­sang­kut pa­da je­la­tang dan ran­ting sei­ring ter­bit dan teng­ge­lam­nya Matahari.... Ia ber­lari se­­men­tara bola kristal Ke­pala Seko­lah berayun dan bera­du dengan tu­lang ru­suk­nya.... Ia ber­lari melewati poster-poster Buron yang tertempel di pe­po­hon­an, yang menampilkan wajahnya. Be­rita menyebar le­bih cepat daripada kaki-kakinya. Tidak ada lagi tempat aman untuknya....

Pada hari kedua, kakinya luka-luka, otot-otot badannya ngilu. Ia hanya makan beri, apel, dan jamur yang dicabutnya saat lewat. Sepertinya ia berlari memutar; sungai berasap di Mahadewa, perbatasan Gilikin, lalu kembali ke Mahadewa saat langit senja memucat. Ia tidak bisa memikirkan ren­cana maupun tempat berlindung. Ia sama sekali tak sang­gup memikirkan apa yang terjadi saat ini. Pikirannya ter­pa­ku pada rangkaian kejadian yang sudah berlalu: Tedros dirantai... dijatuhi hukuman mati... teman-temannya di­penjara... Merlin diseret dalam keadaan pingsan... seorang Penjahat memakai mahkota Tedros....

Agatha bertahan di tengah kabut merah muda, mencari jalan. Bukankah Gilikin adalah kerajaan dengan kabut merah muda? Yuba si Jembalang mengajarkan itu pada mereka di sekolah, kan? Namun, ia sudah meninggalkan Gilikin berjam-jam yang lalu. Bagaimana bisa ia ada di sana lagi? 

Ia harus fokus... ia harus berpikir ke depan alih-alih ke belakang... tapi saat ini yang bisa dilihatnya hanyalah gumpalan kabut merah muda berbentuk Ular... Topeng itu, sisik yang menutupi kulit anak laki-laki yang diyakini­nya sudah mati... tapi ternyata Agatha melihatnya masih hidup....

Pada saat ia tersadar dari pikirannya sendiri, kabut su­dah hilang dan malam telah tiba. Entah bagaimana ia sampai di Hutan Stymph, tanpa ada tanda jalan yang bisa dilalui. Badai datang, petir menghantam pepohonan. Ia berlindung di balik gaunnya yang lebar.

Ke mana ia harus pergi? Siapa yang bisa menolongnya saat semua orang yang dipercayainya terkunci di ruang ba­wah tanah? Ia selalu mengandalkan intuisinya, kemampu­an­nya untuk membuat rencana dadakan. Namun, bagai­ma­na ia bisa memikirkan rencana apa pun saat ia bahkan tidak tahu siapa lawannya?

Aku melihat sendiri si Ular mati.

Tapi ia tidak mati... Rhian masih ada di atas panggung. Berarti Rhian tidak mungkin si Ular. Ular pasti orang lain. Mereka bekerja sama.

Agatha teringat Sophie, yang dengan gembira meneri­ma cincin Rhian, berpikir ia akan menikahi kesatria Tedros. Sophie yang yakin telah menemukan cinta—cinta sejati yang melihat Kebaikan dalam dirinya—ternyata pada akhir­nya menjadi sandera oleh penjahat yang jauh lebih Jahat daripadanya.

Paling tidak Rhian tidak akan mencelakai Sophie. Be­lum. Ia membutuhkan Sophie.

Untuk apa, Agatha belum tahu.

Namun, Rhian pasti mencelakai Tedros.

Tedros, yang semalam mendengar Agatha berkata ke­padanya bahwa ia telah gagal menjadi raja. Tedros, yang se­karang ragu apakah putrinya percaya kepadanya. Tedros, yang kehilangan mahkotanya, kerajaannya, rakyatnya, dan terperangkap di tangan musuh, yang baru kemarin ia rangkul bagai saudara. Musuh yang sekarang mengaku sebagai kakaknya.

RECOMMENDED FOR YOU Explore More